Setelah 2 tahun aku belajar di TK Kuncup Mekar Pucungkerep, aku disekolahkan di SD Negeri Sengon yang ada di kampungku. SD yang beratapkan seng keropos dan pasak yang telah disangga beberapa tiang dari bambu. Beberapa jendela yang seharusnya tertutup anyaman kawat mulai melebar karena termakan karat. SD yang berlantaikan mistar (lantai adonan semen) yang mulai menjadi pasir karna telah lama tak terbaiki. Namun di SD inilah aku mulai digembleng berpikir mendasar tentang semua ilmu yang setiap anak itu harus tahu di negeri ini.
Wali kelasku yang pertama adalah Bu Nandiroh, beliau selain bertugas sebagai guru dia membuka kantin kecil ketika jam istirahat. Bu Nandiroh adalah orang pertama yang mengkritiki cara menulisku yang dulu aku memang tak tahu cara menulis yang benar. Aku pernah menangis ketika ditanya Pak Dasiun (Wali Kelas 6) mengenai cara menulisku. Namun hingga kini aku menganggap cara menulisku benar untuk diriku sendiri, walaupun banyak teman yang mempertanyakan cara menulisku aneh. Karna cara menulisku yang aneh inilah aku dapat menggambar sedikit lebih sempurna jikalau membuat garis lengkung, lingkaran, ataupun garis lurus. Oleh Bu Qomariyah (Wali Kelas 3) aku pernah diikutkan lomba kaligrafi Al Qur'an MTQ Kecamatan Subah, namun belum bisa menghasilkan prestasi yang tertulis dalam angka. Dari situlah aku mulai mengenal cara penulisan kaligrafi.
Aku merupakan siswa yang memiliki buku lengkap. Aku memintanya dari pamanku yang bekerja sebagai Kepala SD Negeri Adinuso 1. Kadang untuk buku paket IPA/IPS terbitan Erlangga yang berukuran besar harus membeli sendiri karena stoknya tidak ada. Buku yang aku punya biasanya aku fotocopy-kan untuk dibagikan kepada teman-teman yang kemudian mereka ganti dengan harga fotocopy. Dari itulah kami mendapatkan informasi yang lebih mudah seperti diagram perjuangan di buku IPS.
Di kelas 4 aku dipercaya sebagai pembimbing teman-teman untuk belajar IPA. Guru-guru se Kecamatan Subah menerapkan pembelajaran dari siswa untuk siswa yang diadopsi dari Magelang yaitu siswa berangkat lebih awal untuk belajar terlebih dahulu, dan tiap harinya pelajaran berganti-ganti. Setiap pelajaran dibimbing oleh siswa yang dipercaya untuk membimbing.
Di kelas 5 aku mulai dilatih berpramuka, pada saat itu aku hanya menjadi anggota. Saat Kelas 6 aku diajukan 2 pilihan sebagai Dianpinru dan Lomba Mapel akan tetapi oleh guruku dipilihkan Mapel IPA yang sebenarnya aku tak begitu mengharapkannya. Aku lebih mengharapkan Dianpinru yang dilaksanakan di Bumi Perkemahan Adinuso Subah. Namun tidak disangka setelah lomba mapel itu selesai aku diberikan kepercayaan sebagai Pimpinan Regu Gugus Depan SD Negeri Sengon 03 yang harusnya dipegang oleh anak yang mengikuti Dianpinru.
Sejak pertama kali aku duduk di kelas 1 SD aku tak tahu kemampuanku. Namun peringkat yang aku dapatkan adalah 3 kali peringkat 2 dan sisanya peringkat 1. Hingga luluspun aku dinobatkan peringkat 1. Ada sesuatu yang dapat diambil dari ini yaitu peringkat itu datang ketika kita mau belajar, mau mengejar, mau action untuk menjadi terbaik bukan menjadi nomor 1.