Kamis, 21 Maret 2013

TK Kuncup Mekar

Saat umurku memasuki 5 tahun, aku dimasukkan ke Taman Kanak-Kanak di kampungku Pucungkerep. Bangunan yang tua di pinggir hutan diatas tanah masyarakat Pucungkerep. TK yang rindang dengan pohon jengkol didepannya yang kemudian dibuatkan ayunan bermodalkan tali kapal dengan pengaitnya dan ban mobil yang telah dilubangi sehingga muat menampung badan anak-anak waktu itu.


Setiap pagi dan sorenya sang Ibu Guru, kami memanggilnya Bu Nik melemparkan pengaitnya ke pohon jengkol yang cukup tinggi. Pengait tidak mudah mengait di sebuah cabang pohon, hingga sering berkali-kali mencoba melempar hingga pengait dapat terkunci di batang jengkol.


Di TK ini aku diajarkan membuat tulisan a hingga z dan 0 hingga 9. Di sini pula aku diajarkan membaca, bernyanyi, ataupun menggambar. Masih ingat ketika pertama menjajak di TK dengan lantai yang sesekali disirami untuk memadatkan debu kering. Aku dan teman-teman lainnya beberapa hari itu dari hari pertama masuk masih saja minta ditemani ibu. Didampinginya saya menuliskan huruf dan angka yang kadang terbalik. Kadang pula saya diajari untuk membaca "Ini Budi, Ini Bapak Budi".

TK yang berada di pinggir hutan itu pernah terjadi kemalingan. Maling dengan mudah membobol sebuah gembok kecil yang terpasang di pintu. Saat disadari pintu telah rusak disitulah terlihat kertas yang semula berada dalam lemari Bu Nik berserakan. Aku mencoba mencari jejak dan jejak takkan terlihat karena semalam hujan. Begitu polos tingkah aku waktu itu.

TK mengajarkanku bersosialisasi melalui kerja bakti. Setiap anak laki-laki membawa sabit sedang perempuan membawa sapu lidi. Bekas luka di lutut inilah bekas bakti sosial yang tak berhati-hati saat menggunakan sabit.

Ada beberapa teman yang aku kenal saat itu hingga kini yang diantaranya Rizky Kurniawan, Triyono, Dwi Susanto, Susanto, Agus Setyawan, M Rifa'i, M Nurkhoyi, Mujaidin, Siti, Anis, Munir, dan beberapa teman yang sekarang jarang ketemu dan lupa namanya.