Sabtu, 08 Agustus 2015

Jalan Pemimpin

Menjadi pemimpin berawal dari mimpi. Sebuah kegelisahan atas keadaan suatu lingkungan menggugah saya harus melakukan sesuatu. Kadang bayangan angan-angan untuk melakukan sesuatu susah dinalar dengan kondisi lingkungan. Impian setinggi-tingginya untuk merubah sesuatu walaupun jika orang lain yang menilai itu adalah biasa saja. Seperti ketika kita melihat perangkat komputer atau hp dilihat dari luar simple tapi dalamnya ada komponen yang ruwet.

Mulai 2008 aku mulai menjelajah daerah untuk mengumpulkan foto potensi daerah. Ini dikarenakan media informasi daerah sangat terbatas. Pada tahun 2010 aku mulai menginjakkan kaki di wilayah kekuasaan Keraton Mataram Jogja. Ya lebih spesifiknya saya kuliah di sana. Aku menghadapi pertanyaan teman-temanku ada apa di Batang? Pertanyaan sederhana yang cukup sulit di jawab. Walaupun aku orang Batang aku tak pernah menerima pelajaran bela daerah... Hehehe....

Dari itu aku mulai mengadakan kegiatan ekspedisi Batang, tujuannya adalah menelusuri potensi daerah yang luar biasa dan jarang diketahui masyarakat Batang sendiri.

Potensi alam merupakan kekayaan yang banyak dijumpai di Batang. Saya terbuka khasanah kedaerahannya. Batang memiliki pantai yang cukup panjang dibandingkan daerah lainnya di pantura, yaitu 38,75km. Potensi yang tak kalah menarik ada di bagian selatan berdekatan dengan Dataran Tinggi Dieng. Banyak ditemukan air terjun, hutan lindung, telaga, pegunungan yang bisa jadi market daerah.

Kemudian saya melihat ada sesuatu yang lebih menarik yaitu tentang peradaban. Bukti peradaban diantaranya cagar budaya. Tokoh Dapunta Syailendra yang disinyalir sebagai cikal bakal lahirnya wangsa syailendra yang pernah berkuasa membangun candi Borobudur, berkuasa di Mataram Kuno, dan membangun candi Prambanan. Dapunta Syailendra mengawali perjalanan dari Batang, tepatnya di desa Sojomerto kec Reban,
dengan bukti peninggalan berupa prasasti.

Tahun 2013 aku menerima informasi kegiatan Jalan Pemimpin, yaitu kegiatan pendampingan oleh tokoh pemimpin profesional di bidangnya. Saat itu aku mencoba mengikutinya. Selang beberapa waktu aku tak mendengar kabar dari kegiatan tersebut. Aku mengira bahwa aku tidak lolos dalam kegiatan tersebut.

Di tahun 2014 aku berkunjung ke desa Pranten menelusuri desa yang berada di perbatasan. Desa yang geografisnya masuk dalam Dataran Tinggi Dieng. Ternyata memiliki potensi yang luar biasa yaitu budayanya dan alamnya. Kondisi masyarakat daerah Dieng yang masuk administratif Kabupaten Batang tidak ikut menikmati kesejahteraan yang terjadi di Wonosobo dan Banjarnegara. Saat itu aku termenung, apa yang bisa aku lakukan?

Bersambung...