Selasa, 08 Oktober 2013

Nasionalisme dimulai dari Nyanyi Lagu Wajib

Semester 6 di UTY lalu, aku berjumpa dengan Ketua Program Studi Teknik Informatika dalam mata kuliah sistem berkas, beliau biasa di panggil Bu Yuli. Beliau sangat mumpuni sebagai dosen di mata kuliah tersebut. Bisa dikatakan ilmunya sudah nglotok.

Tegas dan disiplin adalah karakternya untuk mendidik mahasiswa didiknya yang menjadi tanggungjawabnya. Setiap melihat laki-laki berambut gondrong dengan segera beliau tegur. Ada lagi yang membuat aku teringat hingga sekarang ini. Beliau membuat kesepakatan jika telat saat masuk mata kuliahnya maka harus membayarkan denda yang nantinya akan disumbangkan kepada yayasan anak yatim piatu. Dan yang telat paling terakhir di kelas diwajibkan untuk menyanyi.

Suatu saat aku pernah mengalami malas berangkat kuliah. Efek dari itu aku masuk kuliah telat. Kelas gempar ketika aku masuk dan aku sadari bahwa di kelasnya diterapkan peraturan seperti di atas. Seperti biasa di akhir waktu mata kuliahnya ada pentas seni dadakan yang diisi oleh mahasiswa tertelat di kelas. Dan hari itu adalah aku yang paling telat.

Aku tak dapat menyanyi dengan merdu seperti Judika atau Afgan. Dan yang lebih parahnya aku tak dapat menghafal lagu-lagu. Aku hanyalah pendengar terbaik yang dimiliki mereka. Ketika pensi dadakan itu digelar akhirnya aku nekat berbicara bahwa aku tidak hafal lirik lagu, akan tetapi aku akan menyanyikan lagu Satu Nusa ciptaan Liberty Manik.

Meskipun suaraku itu cempreng saat itu, setidaknya aku tidak merasakan terkontanimasi lagu Jepang atau kebarat-baratan. Aku masih bangga dan akan terus bangga dengan Indonesia. Mungkin seharusnya semua orang harus hafal dengan lagu-lagu penyemangat cita-cita bangsa ini sehingga tidak ada kejadian menteri lupa lirik lagu Indonesia Raya.